Nama :
Fahmi Surya Abdi
No.
Stambuk : B 401 10 100
Program
Study : Ilmu Pemerintahan
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………....1
A. Latar Belakang…………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………...1
C. Tujuan……………………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..2
A. Menyikapi Gelombang Demokratisasi…………………………………...2
B. Membangun Demokrasi Melalui Sistem
Pemiluh………………………..4
C. Pemilu yang Demokratis……………………………………………….…4
D. Pemerintahan
Yang Demokratis………………………………………….5
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………...6
A. Kesimpulan………………………………………………………………6
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya
panjatkan kehadiran Allah SWT, atas berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya,
sehingga MAKALAH yang berjudul DEMOKRATISASI dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam Saya sampaikan
kepada junjungan Nabi Muhammad Saw. Kepada pada keluarga, sahabat sehingga keadaan
kita sekalian yang tetap memegang teguh ajaran Islam.
Akhir kata, tiada gading yang tak
retak, demikian pula dengan makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun tetap saya terimah demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Periode reformasi yang berjalan lima tahun adalah
periode gagap gempita ternyata tidaklah semudah dan sesederhana membalikan
tangan. Perubahan ke kehidupan demokrasi. Ide, prinsip dan pikiran-pikiran di
dalamnya reformasi benar serta mulia. Termasuk di dalamnya reormasi untuk menegakkan demokrasi, untuk kebebasan,
untuk tegaknya hokum, untuk faham dan komitmen yang menghormati dan melindungi
martabat manusia berikut hak-hak dan kewajiban. Salah satu cirri menonjol
Negara demokrasi adalah adanya kebebasan untuk berekspresi.
Reformasi
memerlukan semangat dan ketulusan rekonsilasi, control dan koreksi tidak di biarkan larut menjadi sekedar balas tidak
terkesan vocal dan radikal. Tetapi, bukanlah yang membedakan ddemokrasi dan
otokrasi adalah cara dan pendekataanya. Indonesia baru adalah Indonesia yang
ingin merealisasikan demokrasi yang baik yang bias dipergunakan sebagai
landasan terlaksanakan tata kepemerintahan yang baik. Selain Indonesia peranan
rakyat yang dinamis dalam pecaturan politik nasinal maupun local.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaiman Masyarakat Menyikapi
Gelombang Demokratisasi di Indonesia?
b. Bagaiman Peranan Pemerintah
Membangun Demokrasi Melalui Sistem Pemilu?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bermaksud
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Pemerintahan dan untuk menambah wawasan tentang Demokratisasi
di Indonesia serta permasalahan yang di hadapi. Semoga Bermanfaat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menyikapi Gelombang Demokratisasi
Demokratisasi, dapat diibaratkan
sebuah gelombang yang dahsyat. Di dalam kurun waktu 10 tahun terakhir menjelang
abad ke-21, demokrasi telah menelan banyak korban, terrutama di negara-negara
yang dulu dikenal sebagai negara-negara sosialis, pecah berkeping-keping karena
deras gelombang demokratisasi. Hal ini terlepas kemungkinan adanya rekayasa,
sebagai dampak rivalitas blok Barat dan
Timur. Berapa negara berubah wajah dan beberapa tokoh jatuh, sebagaian dengan
nasib yang mengenaskan. Demokratisasi dalam waktu yang bersamaan, memang sering
menumbuhkan kelompok (baru), meskipun dengan dali demokrasi, tetapi mengabaikan
hak-hak asasi orang lain dan bahkan mengorbankan kepentingan orang lain.
Ironis, tetapi itulah faktanya, yang dalam beberapa hal juga terjadi di
Indonesia. Kita, di Indonesia, tampaknya terlambat mengantisipasi datangnya
gelombang ini, sehingga reformasi kita berjalan tanpa arah yang jelas.
Sebabnya, karena kita tidak belajar dari pengalaman Negara lain dan juga pengalaman
bangsa sendiri. Ada dua hal, yang barangkali menjadi sebab utama gelombang
demokratisasi. Pertama, adalah esensi demokrasi itu sendiri, dan kedua adalah
perkembangan teknologi informasi. Keduanya menyatu dan menjadi kekuatan yang
amat dahsyat, yang tidak mungkin dihindari oleh Negara mana pun din dunia.
Demokrasi,
ternyata bersemayam di setiap hati nurani manusia. Hanya dengan jalan
demokrasi, sebuah Negara diyakini dapat membangun bangsanya sesuai dengan
aspirasi rakyatnya secara berkelanjutan, tertib, dan aman. Hanya dengan
demokrasi, kita padat menciptakan suasana berbangsa dan bernegara yang dapat
melindungi hak-hak setiap warga Negara, sehingga mampu mendorong kretivitas dan
inovasi setiap individu untuk ikut berperan dalam pembangunan bangsanya, oleh
karena demokrasi telah membuka kesempatan yang sama bagi seluruh warganya. Hanya
dengan jalan demokrasi, kita dapat membangun masyarakat yang damai, hubungan
internasional yang serasi, yang serasi, yang akan mampu memberi landasan yang
kuat bagi permainan dunia. Begitu kuatnya panggilan demokratisasi, orang
bersedia untuk melarikan diri, mengungsi, mengarungi samudera, terdampar di
negera asing, untuk menghindari sebuah rezim yang otoriter. Semangat seperti
inilah yang kemudian mendorong terjadinya cita-cita masyarakat sipil (civil socity), oleh karena hanya dengan
masyarakat sipil (madani) demokrasi dapat berkelanjutan. Monumen seperti ini,
antara lain dapat kita lihat di Pulau Galang, dekat Batam, di mana ribuan
pengungsi Vietnam pernah terdampat disana.
Akan
tetapi, demokrasi itu sendiri bukan segala-galanya. Demokrasi memerlukan
“norma” lembaga yang mapan, serta pedoman dan tata laksana yang jelas. Tanpa
norma, kelembagaan yang mapan serta tata laksana yang jelas, demokrasi mungkin
akan menjadi democracy. Karena itu,
demokrasi bukan sebuah tatanan yang sekali jadi. Ia memerlukan waktu. Tetap,
kalau kita keliru mempersepsikan demokrasi, yang terjadi adalah anarki dan
kekerasan. Inilah barangakali, yang sedang kita lakoni.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, demokrasi memerlukan “norma” kelembagaan yang mapan, serta
tata laksana demokrasi yang harus di sepakati sebagai landasan bersama. Tanpa
ketiganya, rasanya kita tidak mungkin melaksanakan demokrasi. Demokrasi,
sebagaimana dikemukakan di atas, akan melahirkan keadaan, di mana setiap orang
akan mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan yang sama. Masyarakat seperti
itu, tidak menolerir penguasaan atau rekayasa manusia oleh pemerintahan yang
dapat mengontrol masyarakat. Masyarakat akan mengontrol dirinya sendiri dan
jarak pemerintah masyarakat semakin mengecil. Masing-masing, dengan hak dan
kewajiban sendiri dengan makanisme control yang berjalan di atas tata laksana
yang telah disepakati. Masyarakat demokratis seperti itu, hanya akan hadir di
atas sistem demokrasi yang benar-benar mengimplementasikan prinsip “Suara rakyat
adalah suara Tuhan”. Inilah barangkali kelemahan kita, oleh karena system
demokrasi/system politik kita belum benar-benar mengimplementasikan prinsip
itu.
Dari
kenyataan sebagaimana yang kita jalani sekarang. Apakah semua kita tidak hanya
sebuah drama yang memang harus kita mainkan? Gonjang-ganjing yang selama ini
kita alami berulang-ulang. Sesunggunya berasal dari sebuah scenario yang sama.
Tanpa mengubah scenario yang kita jalani, sudah tentu kita kembali memainkan
cerita yang sama, gonjang-ganjing politik yang terus menerus kembali lagi dan kembali lagi. Disinilah kesalahan bangsa
ini, oleh karena bangsa ini tidak mau belajar dari sejarah, baik sejarah
bangsa-bangsa lainnya maupun bangsa sendiri.
B. Membangun Demokrasi Melalui Sistem Pemiluh
Indoensia
telah berpengalaman beberapa kali menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu).
Pemilu pertama dilaksanakan di tahun 1955 ketika kita sedang berada di alam
demokrasi parlementer, di bawah pemerintahan Burhanuddin Harahap (Masyumi).
Mungkin inilah pemilihan umum yang dianggap paling demokratis untuk memilih
anggota DPR dan Konstituante. Semua itu, disebabkan, karena Bung Karno “kesal”
dengan kondisi polotik yang ada. Menurut Roeslan Abdulgani, dalam makalahnya
yang berjudul Nationalism, Revolution,
and Guided Democracy in Indonesia (ceramah di Monash University Australia),
Bung Karno perlu melakukan rethingking terhadap jalannya “revolusi”. Demokrasi
(liberal) dengan system multipartai dianggapnya telah usang, sehingga perlu
dirombak total. Inilah yang mendasari lahirnya Konsepsi Presiden yang sangat
terkenal waktu itu. Bung Karno kemudian memperkenalkan konsep Demokrasi
Terpimpin. Salah satu faktor, yang barangkali perlu dipertanyakan adalah sistem
pemilu kita, sejak tahun 1955, kemudian beberapa kali pemilu di era Orde Baru
dan kemudian sekali pemilu era reformasi, pemilu kita masih tetap sistem
proposional. Selain itu, dalam kurun waktu itu, ternyata kita juga telah
kehilangan cita rasa kita tentang demokrasi, oleh karena kualits demokrasi kita terkesan justru
semakin menurun.
C. Pemilu yang Demokratis
Pemilihan umum adalah sebuah
instrument untuk mewujudkan cita-cita demokrasi. Karena itu akan aneh, bila
pemilu menghasilkan sistem politik yang tidak demokratis, tetapi sentralistis
bahkan otoriter. Saat inilah (mungkin), sebuah momentum untuk mewujudkan pemilu
yang benar-benar demokratis, melalui penyusunan UU pemilu yang sudah ada di
DPR. Proses demokrasi, akhirnya terwujud melalui kesepakatan, musyawarah, atau
persetujuan ketua-ketua umum partai ( yang besar). Itulah hati nurani yang
sesungguhnya, yang tentunya tidak sesuai dengan ketentuan keanggotaan sebagai
wakil-partai.
D. Pemerintahan Yang
Demokratis
Salah satu wujud tata
kepemerintahan yang baik ( Good
governance) itu terdapatnya citra pemerintahan yang demokratis. Oleh karena
itu sebelum sampai ke penejelasan peran
ilmu administrasi public terhadap terwujudnya tata keperintahan yang baik ada
baiknya saya menjelaskan pemerintahan yang demokratis itu.
Bekerja dalam Negara yang demokratis
(Working in democratic state)
merupakan cita-cita semua orang yang mau hidup di Negara yang demokratis.
Selama ini kita belum merasakan hal seperti itu. Sekarang pemerintah
berkeinginan mengamalkan prinsip-prinsip demokrasi disegala bidang. Prinsip
demokrasi yang paling urgen ialah meletakkan kekuasaan itu di tangan rakyat,
bukannya di tangan penguasa. Sementara itu tidak adanya rasa takut untuk
memasuki suatu serikat atau perkumpulan yang sesuai dengan hati nurani dan
kebutuhannya. Selaras dengan tidak adanya rasa takut ini, juga dikembangkan
adanya kenyataan dihargainya moral. Kita seharusnya hidup dalam suatu Negara
yang demokratis.
Pemerintahan bisa bertindak
demokratis jika peran control yang dilakukan rakyat dijalankan secara maksimal,
proposional, konstitusional, dan bertanggung jawab. Di dalam pemerintahan yang
modern dan demokratis, hamper tidak mungkin manajemen birokrasi pemerintahan
bias dijalankan tanpa control dari rakyat. Di dalam Negara yang pemerintahannya
dijalankan secara demokratis meletakkan para pejabatnya bias dikontrol oleh
rakyat melalui pemilihan. Di dalam masyrakat yang demokratis dan komplek hampir
tidak memungkinkan kita akan melakukan dan memperoleh control yang sempurna.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan dalam makalah ini,
dapat saya simpulkan berbagai macam bahasan mengenai Demokratisasi, yaitu :
Kendala-kendala yang dihadapi masyarakat dalam menyikapi gelombang
demokratisasi;
Ø
Rendahnya
pengetahuan tentang demokratisasi
Ø
Sering
terjadi system politik yang tidak demokratis
Ø
Seorang
pemimpin tidak memakai hati nuraninya dalam memimpin negara
Adapun solusi untuk menghadapinya,
adalah Pemerintah harus lebih tegas dan berlaku adil untuk menjadikan
pemerintahan yang demokratis dan diperlukan kerja sama masyarakat dalam
menyikapi gelombang demokratisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dahl, Robert A. (1982),
Dilemmas of Pluralist Democracy, Yale
University Press, New Haven, MA
Gruber, Judith E.
(1987), Controlling Bureaucracies,
Dilemmas in Democratic Governance, University California Press, Los
Angeles, CA
Gutmann, Amy, dan
Thompson, Dennis (1996), Democracy and
Disagreemant, The Belkap Press of, Harvard University Press, Cambridge, MA
Sulastomo, 2003 Reformasi
Antara harapan dan Realita, Cet.1 (Jakarta; Penerbit Buka Kompas)
Thoha, Mifta, (1999), Demokrasi
Dalam Birokrasi Pemerintah Peran Kontrol Rakyat dan Netralisasi Birokrasi,
Pidato pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar